by

Pemuda Tottenham Hotspur Picu Kebangkitan Nasional Inggris

indolivescore.com – Semua sepakat jika kebangkitan nasional suatu negara tidak bisa dilepaskan dari aktivitas para pemudanya. Tiongkok dahulu punya Sun Yat-sen yang memimpin pemberontakan terhadap kekuasaan absolut sang kaisar. Turki memiliki angkatan muda yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk untuk menggulingkan Kesultanan Ottoman.

Indonesia digawangi oleh sekumpulan mahasiswa dokter STOVIA mampu mendirikan Budi Utomo untuk memicu kesadaran akan pentingnya kemerdekaan. Itulah kekuatan luar biasa para pemuda, sampai-sampai presiden pertama Soekarno mengumandangkan quote“kuguncangkan dunia dengan sepuluh pemuda” nan legendaris itu.

Sebagaimana sebuah kehidupan, dunia sepakbola juga memiliki kisah perjuangan layaknya para pemuda di atas. Sudah ada banyak kisah para youngster, wonderkid, maupun the next bla-bla-bla yang mampu membangkitkan sebuah tim dari abu tak berbentuk menjadi juara sejati.

Dalam sepakbola modern, ada kisah klasik Manchester United dengan Class of ’92, cerita sukses Barcelona bersama akademi La Masia, hingga pasukan muda Jerman yang menjadi tulang punggung timnasnya dalam menjuarai Piala Dunia 2014.

Kini, semua mata tertuju pada timnas Inggris yang bersiap melahirkan generasi baru, sebuah generasi yang dipandang banyak pihak siap merangsang kebangkitan The Three Lions yang sudah terpuruk di pentas internasional dalam 50 tahun terakhir sejak sanggup meraih Piala Dunia tunggalnya.

Dan biang keladi dari semua letupan optimisme itu, tak lain tak bukan adalah Tottenham Hotspur.

Kendati di musim ini masih kalah mengejutkan ketimbang tim dongeng Leicester City, Tottenham tetap pantas menepuk dada mereka setelah sanggup mengangkasa di papan atas Liga Primer Inggris. Pasalnya, klub London Utara itu dipersenjatai skuat termuda di liga dengan rata-rata usia hanya 24,5 tahun!

Umur para penggawa kunci Spurs seperti Harry Kane, Delle Ali, Eric Dier, Ben Davies, dan Nabil Bentaleb seluruhnya tidak lebih dari 22 tahun. Erik Lamela, Christian Eriksen, dan Ryan Mason baru menginjak 24 tahun, sedangkan dua full-back Danny Rose dan Kyle Walker sama-sama 25 tahun. Bahkan kiper sekaligus kapten Hugo Lloris dan bek berpengalaman Jan Vertonghen belum memasuki kepala tiga.

“Saya tidak takut memainkan mereka,” kata manajer Mauricio Pochettino tentang youngster. Pochettino pun menjelaskan bahwa kunci dirinya dalam mendidik para pemain muda adalah mampu bertindak layaknya seorang ayah bagi mereka.

“Terkadang Anda harus bersikap baik dan ramah dengan mereka, seperti seorang ayah. Kadangkala mereka amat menderita dan masih belum dewasa dalam pemikiran. Anda mesti mendengarkan mereka dan perlu menerapkan psikologi di momen yang tepat,” kata manajer asal Argentina itu.

Keyakinan Pochettino pada talenta muda tentu saja berimbas positif pada timnas Inggris. Tercatat, dari 17 pemain debutan timnas Inggris di bawah Roy Hodgson, sembilan di antaranya pernah dilatih, digembleng, dan disempurnakan oleh Pochettino di Southampton dan Tottenham.

Dengan demikian, Pochettino secara langsung memicu dimulainya generasi anyar Inggris yang punya prospek cerah. Ini terbukti dengan performa mengagumkan Inggris selama babak kualifikasi Euro 2016 dengan catatan sempurna – satu-satunya tim di Eropa dengan rekor 100 persen kemenangan.

Dalam jeda internasional Maret ini, optimisme di kubu St George’s Cross semakin membuncah setelah mereka mampu membungkam juara dunia Jerman dengan skor 3-2 dalam laga uji coba, Sabtu (26/3) lalu. Di partai itu, empat pemain Tottenham masuk dalam Starting XI — Kane, Dier, Alli, dan Rose — dan semuanya tampil selama 90 menit. Kane dan Dier bahkan mampu mencetak gol pembuka dan penutup untuk menghadirkan kemenangan comeback dramatis di Berlin.

“Walks [Kyle Walker] memang tidak bermain, tetapi ini adalah sesuatu yang menakjubkan bagi kami berlima. Kami harus berterima kasih kepada manajer kami [Pochettino], yang berhasil membawa kami berada di tempat seperti sekarang ini,” kata Dier, mengakui bahwa ia dan timnas Inggris berutang banyak pada Pochettino.

Meski tiga hari sesudahnya Inggris takluk 2-1 di Wembley dari Belanda, kekalahan tersebut tidak menghapus fakta bahwa Inggris kini memiliki cetak biru dalam diri para penggawa Tottenham. Tidak hanya di satu-dua area, namun di setiap lini. Spurs kini resmi menjadi tulang punggung timnas.

dele-alli-harry-kane_3m9n8dy782tl18l17t7f1iv28

Di belakang, ada duo bek sayap energik, Rose dan Walker, yang berpeluang menyegel tempat utama di skuat Inggris dalam waktu dekat jika mampu mempertahankan performa konsisten bersama Spurs. Rose baru memiliki dua caps saat melawan Jerman dan Belanda, namun sudah menunjukkan kematangan layaknya Ashley Cole di masa jaya. “Bagi saya, dia [Rose] adalah bek kiri terbaik di Liga Primer Inggris musim ini,” kata Dier.

Dier sendiri menjadi jembatan penghubung dari lini belakang ke tengah dan juga berperan sebagai gelandang perusak. Fleksibilitas Dier menjadi bek sentral juga layak dipertimbangkan Hodgson mengingat duet Gary Cahill-Chris Smalling atau Phil Jagielka-John Stones di jantung pertahanan masih belum padu.

Memasuki area tengah depan, ada si bocah ajaib 19 tahun yang terus menunjukkan kematangan setara playmaker 29 tahun: Alli. Kerja keras, pressing tak kenal lelah, dan visi bermain Alli membuat seniornya, James Milner, berani bertaruh bahwa kiprah eks gelandang MK Dons itu kelak bisa sepuluh kali lebih baik ketimbang saat ini. “Syaratnya, dia tidak perlu disorot secara berlebihan dan biarkan dia terus berkembang,” kata Milner.

Kane? Status topskor sementara Liga Primer dengan 21 gol serta koleksi empat gol hanya dalam 10 caps bersama Inggris sudah cukup untuk membuat penyerang sekelas Wayne Rooney was-was akan tempatnya di Euro 2016.

 

dele-alli-harry-kane-england-260316_11adeb92xwuqg1x4ehwp7xo4kz

Yang menarik, Kane dan Alli adalah satu paket yang tak boleh diabaikan Hodgson. Saat melawan Belanda, ketika Kane dan Alli tidak tampil starter, Inggris terlihat kehilangan agresivitasnya dan tidak memiliki titik tumpu di depan. Statistik memang berbicara sebagaimana kombinasi Kane-Alli sudah menghasilkan tujuh gol di musim ini, yang menjadikan mereka sebagai kombinasi terbaik di Liga Primer.

Seiring Euro 2016 di Prancis tinggal berjarak dua bulan lagi, Hodgson pun optimistis dengan masa depan timnya yang masih hijau ini. “Jujur, saya selalu berpikiran bahwa kami sedang menuju sesuatu yang lebih spesial, sesuatu yang lebih besar,” kata Hodgson.

Diskusi hangat bahwa Inggris mampu menjadi juara di Prancis pun merebak. Mulai dari juru taktik Jerman, Joachim Low, hingga eks manajer yang pernah menangani generasi emas Inggris, Sven-Goran Eriksson, sepakat bahwa Tim Tiga Singa boleh bermimpi merengkuh trofi Henri Delaunay di musim panas mendatang.

Tidak bisa dimungkiri, generasi putih bakung — merujuk pada julukan Tottenham, The Lilywhites — sedang memberikan sinyal kuat akan kebangkitan generasi baru Inggris. Muda dan berbahaya, para youngster Tottenham ini sedang memantik api kebangkitan nasional di negerinya.

Namun, sebagaimana halnya kebangkitan-kebangkitan dalam arena kehidupan, butuh proses dan waktu untuk menikmati buah-buah keberhasilan. Langsung menargetkan juara Euro 2016 ibarat pungguk merindukan bulan. Tetapi tidak ada salahnya untuk dicoba.