Di tengah kemacetan lalu lintas itu, tiba-tiba muncul orang-orang bersenjata. Letusan peluru pun segera bersahutan dari dua sisi jalan. Dar…der…dor. Mobil yang dikendarai Pablo Rodriguez Aracil terjebak di tengah-tengah adu senjata dua kelompok geng di Kota San Pedro Sula, Honduras.
’’Saya ngeri sekali. Saya langsung berjanji tidak akan pernah kembali ke Honduras,’’ kata Pablo tentang kejadian pada 2013 itu.
Pablo memang akhirnya memenuhi janji tersebut. Klub Honduras CD Marathon hanya sembilan kali diperkuat. Namun, bukan berarti petualangan pria Spanyol tersebut berpindah-pindah negara sebagai pesepak bola profesional berakhir.
Dari Honduras, pemain berposisi penyerang tersebut mendarat di Filipina bersama Kaya FC. Lalu, ke klub Norwegia, Brumunddal. Setengah tahun di Norwegia, Pablo kembali ke Asia untuk memperkuat klub Maladewa Maziya Sport dan Recreation Club. Hingga akhirnya sejak Januari tahun ini dia membela Madura United.
Total selama 13 tahun karir profesionalnya, pemain 31 tahun itu telah memperkuat 19 klub di 11 negara di Eropa, Amerika, dan Asia. ’’Kebetulan saya memang hobi traveling,’’ kata pengoleksi 11 gol di Indonesia Soccer Championship tersebut kepada Jawa Pos.
Setelah berkiprah di skuad junior di dua klub kota kelahirannya, Levante dan Valencia, Pablo mengawali petualangan di Inggris. Usianya masih sangat muda, ketika itu 18 tahun. Dia dijajal Bolton Wanderers saat pramusim.
’’Di situ saya bermain bersama Nicolas Anelka dan juga Flavio Coincencio saat mereka masih di sana,’’ ucapnya.
Namun, Pablo hanya ber-jersey Bolton di pramusim. Yang mengontraknya justru klub kecil Inggris, Gillingham FC. Itu pun tidak lama. Selepas dari Inggris, Pablo sempat beberapa kali mencoba peruntungan di klub-klub kecil Spanyol.
Namun, dia gagal berkembang. Pada 2008 dia memutuskan pergi ke luar Spanyol lagi. Jalan karir kemudian membawanya hijrah ke Siprus dan bergabung dengan Ethnikos Achnas FC. Bermain di negara sebanyak itu tentu mendatangkan banyak pengalaman yang tidak terlupakan bagi Pablo. Misalnya, ketika membela klub Divisi II Rumania CS Mioveni selepas dari Siprus. Dia pernah merasakan bertanding di suhu minus 20 derajat. ’’Itu pengalaman yang sangat gila,’’ ungkap Pablo.
Selepas dari Rumania, Pablo yang menguasai bahasa Spanyol dan bahasa Inggris pindah ke Irlandia dan bermain untuk Bray Wanderers. Pablo sempat satu lapangan dengan mantan penyerang Villareal dan tim nasional Amerika Serikat Jozy Altidore.
Yakni, ketika timnya menghadapi Hull City di pramusim. ’’Tim kami berhasil menang 2-1 dan itu luar biasa sekali bagi kami,’’ jelas Pablo.
Hanya bermain lima laga, Pablo kemudian kembali ke negaranya selama dua tahun. Namun, seperti tidak betah di negeri sendiri, Pablo kemudian kembali memilih hijrah ke Asia. Dia memperkuat klub India United Sikkim. Saat di India, kata Pablo, dirinya sempat bertanding di ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut. ’’Waktu itu di kawasan Himalaya dan juga di Bhutan. Dan, itu dingin sekali,’’ paparnya.
Pertautan pertamanya dengan Indonesia terjadi kala Pablo membela Maziya. Klub itu berhadapan dengan Persipura di Piala AFC. ’’Itulah pertama kalinya saya ke Indonesia,’’ cerita pemain 31 tahun tersebut.
Indonesia kemudian menjadi tempatnya berlabuh. Persisnya Madura United. Hatinya ternyata tertawan di sini. Pablo menyatakan sangat menyukai atmosfer sepak bola Indonesia. Terlebih pada fanatisme yang ditunjukkan K-conk Mania, sebutan suporter Madura United. ’’Mereka sangat atraktif dan hebat. Selalu membuat saya bersemangat saat bertanding,’’ ungkap Pablo.
Menurut dia, perbedaan terbesar sepak bola Indonesia dengan negara-negara lain yang telah didatangi terletak pada kehebohan suporternya. Dia mengatakan belum bisa melupakan kenangan manis saat berhasil membawa Madura United menjadi finalis Piala Gubernur Kaltim 2016.
Itu merupakan kompetisi pertamanya di Indonesia. ’’Stadion sangat penuh. Sebanyak 16 ribu orang hadir. Suasananya seperti final Liga Champions,’’ tutur Pablo antusias.
Mungkin, karena itu pula performanya bersama Madura United meroket. Dia pun ingin menghabiskan sisa karir di Indonesia. Kini Pablo mulai belajar bahasa Indonesia. Hal tersebut penting agar dia bisa lebih leluasa berkomunikasi. ’’Saya belajar sendiri di rumah. Bahasa Indonesia sangat mudah untuk dipelajari,’’ kata Pablo.