indolivescore.com – Kejuaraan sepak bola antara negara Eropa edisi ke-15 akan dimulai Jumat, 10 Juni 2016. Laga antara tuan rumah Prancis lawan Rumania di Stade de France akan menandai awal football extravaganza selama satu bulan penuh di Benua Biru.
Terbesar di Eropa mungkin benar dari sisi kuantitas, sekaligus mewujudkan mimpi Michel Platini saat pertama kali memimpin UEFA. Dia ingin membuat negara-negara terbelakang dari sisi prestasi si kulit bundar berkesempatan berlaga di putaran final EuropeanChampionship. Tapi, ditilik dari sisi kualitas, 24 finalis sama saja dengan memainkan kejuaraan besar dengan level tarkam.
Pasalnya, banyak negara minim prestasi yang turut serta. Seperti Albania, Irlandia Utara, Islandia, Wales, dan Austria.
Lebih jauh, menghasilkan 23 finalis dari kualifikasi yang diikuti oleh 53 negara anggota UEFA, berarti hampir 50 persen lolos ke putaran final, dengan bukan saja juara dan runner-up. Melainkan juga lima urutan ketiga terbaik lolos, dan artinya punya peluang mengejutkan di 10 stadion di Prancis. Menarik, tapi wajar jika membuat beberapa individu mempertanyakan kualitas turnamen.
Format Piala Dunia 1986-1994
Adanya 24 finalis membuat format putaran grup harus menghasilkan 16 negara yang akan menggelar partai-partai fase knock-out nantinya. Akibatnya, format putaran final akan mengacu pada format yang pernah dipergunakan FIFA saat menggelar Piala Dunia 1986, 1990 dan 1994.
Juara dan runner-up setiap grup lolos ke babak per delapan final beserta juga empat urutan ketiga terbaik. Di sinilah faktor menarik yang dalam sejarah format 24 finalis di Piala Dunia selalu terjadi.
Masih ingat di cuaca panas Meksiko tahun 1986, bagaimana Belgia asuhan Guy Thys yang hanya berada di urutan ketiga grup di bawah Meksiko dan Paraguay, mengejutkan di babak sistim gugur. Jan Ceulemans dan kawan-kawan menyingkirkan Uni Soviet di per delapan final dan Spanyol di perempat final. Sayang, akhirnya Belgia ditekuk Argentina di semifinal, lewat dua gol Diego Maradona.
Belgia akhirnya memang hanya ada di urutan keempat setelah dikalahkan Prancis dalam perebutan urutan ketiga. Tapi, apa yang dilakukan oleh Nico Claesens, Enzo Scifo, penjaga gawang Jeam-Marie Pfaff dan kawan-kawan sangat mengejutkan.
Empat tahun kemudian, Argentina sebagai juara bertahan hanya mampu berada di urutan ketiga grup setelah kalah dari Kamerun di partai pembuka, dan ditahan Rumania di pertandingan terakhir grup. Mereka tetap lolos dengan menempati posisi terbaik urutan ketiga. Anak asuhan Carlos Bilardo ini melenggang hingga ke final dengan menyingkirkan favorit Brasil, kuda hitam Yugoslavia dan tuan rumah Italia, sebelum gol penalti Andreas Brehme membuat Tango gagal mempertahankan gelar di partai puncak.
Di Amerika Serikat tahun 1994, giliran Italia yang tertatih-tatih hanya berada di urutan ketiga grup di bawah Norwegia dan Republik Irlandia, sukses menyingkirkan lawan-lawannya di fase knock out. Tercatat negara-negara kuat Nigeria, Spanyol, dan Swedia dipecundangi Franco Baresi dkk, sebelum akhirnya tendangan penalti yang melambung dari Roberto Baggio menyudahi aksi mereka di partai puncak di Pasadena melawan Brasil.
Artinya, dengan format 24 negara di mana empat urutan ketiga terbaik bisa lolos, jangan heran jika kebangkitan negara-negara yang slow-start di putaran grup itu terjadi di babak-babak menentukan. Mereka bangkit karena memiliki mental dan pengalaman berlaga di turnamen besar.
Tradisi kejutan urutan ketiga yang bisa berlanjut mulai tanggal 25 Juni mendatang. Setidaknya bisa datang dari satu negara yang punya kemampuan itu.
Pakar Kejutan
Pergeseran kekuatan sepak bola di “Benua Biru” sejak dua tahun terakhir, dengan Belgia semakin mengukuhkan posisi mereka, tersingkirnya Belanda, hasil buruk Italia di dua piala dunia terakhir, serta menterengnya hegemoni Inggris di kualifikasi, berdampak pada penentuan unggulan grup sebelum undian dilakukan.
Belgia jadi unggulan bersama negara-negara adikuasa sepakbola Eropa, Jerman, Spanyol, Portugal, Inggris, dan tuan rumah Prancis. Akibatnya, Italia dengan empat gelar piala dunia dan satu gelar piala Eropa, harus masuk pot unggulan kedua. Lebih kejam lagi bagi Azzuri adalah kenyataan mereka masuk grup berat bersama Belgia, dan kuda hitam Swedia yang menyingkirkan mereka di Euro 2004 dan Republik Irlandia.
Di sinilah menurut saya akan jadi momen menarik karena secara historis, Italia selalu membuat kejutan jika tidak diunggulkan. Ingat bagaimana mereka nyaris gagal lolos dari fase grup Piala Dunia 1982 – yang juga dengan format 24 tim – tapi kemudian menyingkirkan Argentina, Brasil, Polandia, dan Jerman Barat untuk jadi juara dunia.
Juga kejutan di USA 94 setelah hanya berada di urutan ketiga grup. Empat tahun lalu pun tidak ada yang menyangka bahwa Italia bisa lolos sampai final dengan menyingkirkan favorit Jerman di semifinal.
Kekalahan telak anak asuhan Antonio Conte 1-3 dari Belgia dalam uji coba November tahun lalu, jelas membuat posisi Gianluigi Buffon dan kawan-kawan hanya diunggulkan untuk lolos sebagai runner-up grup. Tapi di sinilah calon lawan mereka harus hati hati.
Kejutan ala Azzuri di fase knock-out yang membuat mereka dapat julukan pakar kejutan bisa berlanjut, karena praktis lawan mereka hanya Portugal di babak 16 besar. Kemudian kemungkinan Inggris di babak perempat final yang secara historis selalu kesulitan menghadapi Italia. Baru Spanyol yang juga sedang menurun kekuatannya di semifinal.
Jadi dengan keluar sebagai runner-up, peluang terbaik Italia untuk bisa mengejutkan menggelar partai puncak.
Bertemu Spanyol atau Prancis
Lalu bagaimana jika Azzuri, anomali bukan tim unggulan EURO 2016, hanya lolos sebatas urutan ketiga terbaik. Ada dua lawan yang mungkin dihadapi Italia sebagai urutan ketiga dari Grup E. Bertemu dengan Spanyol dalam keadaan kekinian sekarang, peluang kejutan masih 50–50.
Yang mungkin akan menyulitkan jika mereka bertemu tuan rumah Prancis, yang bersama Belgia dan Jerman jadi unggulan untuk merebut piala Henry Delaunay kali ini. Tapi jika pakar kejutan ini lolos, tiket lolos ke semifnal bisa jadi jaminan, karena praktis kemungkinan hanya berhadapan dengan Rusia, Wales, Islandia, atau Austria di perempat final.
Sehingga kita bisa menyaksikan duel klasik antara Italia vs Jerman di salah satu partai semifinal, saat kita juga merayakan Lebaran nanti. Dan, jika sudah sampai partai penting ini, lupakan hasil uji coba di Muenchen akhir Maret lalu. Sebab, di laga kompetitif, Italia selalu memiliki Mario Balotelli, Fabio Grosso, Paolo Rossi, Roberto Bettega, dan Giani Rivera yang lain untuk mengejutkan Jerman.
Rasanya, seperti baru kemarin Balotelli membuat Mats Hummels, salah satu pemain terbaik Euro 2012, membuat dua kesalahan dalam laga yang sepenuhnya dikuasai oleh Jerman. Percayalah, jika sampai ke fase ini, tradisi kejutan urutan ketiga grup akan berlanjut.