by

Klub Bola Serie A Italia, Parma kini di ambang kebangkrutan

www.indolivescore.com – Bukan tanpa alasan, jika kini Parma merupakan malapetaka di dalam dan luar lapangan. Bagaimana tidak, selain terus setia menjadi juru kunci klasemen sementara Serie A Italia, I Gialloblu juga tengah dililit hutang mencapai ratusan juta Euro. Secara mengenaskan mereka kemudian dijual dengan harga yang mengelus dada, senilai €1 (sekitar Rp14,000), untuk berganti kepemilikian sebanyak dua kali dalam dua bulan terakhir!

Segalanya semakin runyam dengan ketidaksanggupan Parma melunasi gaji Antonio Mirante cs, yang sudah menunggak selama enam bulan terakhir. Satu kondisi yang akhirnya membuat pemain dengan gaji tertinggi di klub, Antonio Cassano, murka hingga memilih jalan dengan memutus kontrak.

“Sungguh sulit menjelaskan situasi sulit yang sedang mendera Parma. Saya tegaskan sekali lagi, secara teknis kami tak memiliki masalah apapun. Saya bahkan bisa bilang jika kami mampu kembali bersaing memperebutkan tiket ke Eropa. Namun kondisi tak kondusif ini membuat para pemain tak fokus dan kekurangan motivasi ketika berlaga di atas lapangan,” terang sang pelatih, Roberto Donadoni, menjelaskan situasi timnya.

Untuk situasi yang disebut terakhir, Parma diberi tenggat waktu hingga Senin (16/2) esok. Jika tak dapat melunasi upah para pemainnya, maka seluruh anggota skuat berhak merobek kontrak yang sudah tertera. Itu artinya, I Ducali akan berakhir sebagai tim tanpa pemain dan beresiko mengakhiri musim lebih cepat dari 19 tim Serie A lainnya.


Antonio Mirante cs tak dibayar dalam enam bulan terakhir

Sungguh sebuah ironi jika kita melempar waktu ke belakang, tepatnya pada periode 1991 hingga 2002, yang sejatinya belum begitu lama. Saat itu Parma menjadi salah satu tim yang paling ditakuti di Negeri Pizza bahkan Eropa. Dalam masa emas tersebut, klub yang berdiri pada 1913 ini sukses meraih seluruh gelar prestisnya. Mulai dari Piala Italia, Piala Super Italia, Piala Winners, Piala UEFA, hingga Piala Super Eropa.

Deretan bintang sepakbola dunia pun menjejali skuat Parma. Mulai dari Dino Baggio, Faustino Asprilla, Tomas Brolin, Hristo Stoichkov, Fabio Cannavaro, Hernan Crespo, Juan Sebastian Veron, hingga Gianluigi Buffon. Ketika itu Ennio Tardini jadi salah satu surga pesepakbola profesional untuk berkarier.

Titik keredupan Parma mulai hadir memasuki akhir 2003. Kala itu perusahaan induk yang menaungi saham mayoritas Parma, Parmalat dinyatakan bangkrut dengan kerugian mencapai €14 miliar. Nominal terbesar dalam sejarah kebangkrutan perusahaan di seantero Eropa.

Parma kolaps, tapi masih bisa hidup. Stabilitas kemudian hadir saat malaikat bernama Tommaso Ghirardi, mengkuisisi mereka pada Januari 2007. Meski sempat terdegradasi dalam prosesnya, I Crociati perlahan bangkit dan mencapai puncaknya musim lalu, yakni pada 2013/14.

Secara mengejutkan, Marco Parolo cs tampil begitu brilian dengan sempat tak terkalahkan di 13 partai beruntun hingga menduduki posisi keenam klasemen akhir Serie A. Parmagiani lantas berpesta, lantaran penantian klub kesayangannya selama tujuh tahun terakhir berakhir, untuk kembali mentas di Eropa.

Namun kegembiraan itu hanya berlangsung sesaat, karena akhirnya UEFA mendiskualifkasi Parma akibat masalah finansial. The Yellow & Blue tidak diberi lisensi UEFA oleh Federasi Sepakbola Italia (FIGC) karena dianggap telah menunggak pembayaran pajak dari gaji pemain. Tragisnya, jumlah beban pajak itu dilaporkan hanya sebesar €300 ribu.

“Saya yakin telah menyerahkan uang itu untuk segera dibayarkan, sebelum tenggat waktunya habis. Tapi entah bagaimana uang tersebut tidak sampai dan jatuhlah keputusan ini. Saya tak bisa menerima, pasti ada pihak yang ingin menjatuhkan saya secara curang. Saya selesai dari sepakbola! Saya mundur sebagai presiden Parma dan sebagai pemilik, sekarang 100 persen saham klub untuk dijual!” geram Ghirardi atas masalah tersebut.

Namun siapa sangka, jika ternyata alasan utama Ghirardi melepas Parma adalah karena kondisi ekonomi klub yang dipimpinnya begitu parah. Seperti dilansir media terkemuka Italia, La Gazzetta dello Sport, Gialloblu disinyalir memiliki hutang mencapai €197,4 juta, yang €96 juta di antaranya tak bisa ditutupi melalui kredit bank.

Pengusaha yang bergerak di industri kesehatan tersebut lantas menjual Parma, dengan harga cuma-cuma, namun mencoreng harga diri klub, yakni sebesar €1 kepada taipan minyak asal Albania, Rezart Taci, tepat Desember 2014 lalu. Sang pemilik anyar sebelumnya dikenal pernah bernegosiasi dengan Silvio Berlusconi untuk membeli AC Milan.

Cahaya terang seakan hadir, tapi kehadiran Taci ternyata hanya lanjutan lembaran hitam Parma musim ini. Sosoknya tak memiliki latar belakang yang jelas. Ia datang dari salah satu negara termiskin di Eropa, tapi memberi kesan sebagai orang paling kaya di benua termasyhur tersebut.

“Taci? Dia entah datang dari mana. Tak ada yang benar-benar tahu bagiamana caranya menghasilkan uang sebanyak itu. Sepuluh tahun lalu sama sekali tak ada yang mengenal dirinya. Tapi sekarang sosoknya hadir dengan pengawalan ketat di mana-mana dan memiliki rumah super mewah dengan keamanan tingkat tinggi di Albania,” ujar salah satu sumber, yang seorang mantan diplomat senior pemerintahan Albania.

Benar saja karena Taci dituduh atas penggelapan pajak dan pencucian uang atas usaha pertambangan minyaknya di Albania. Namun dirinya tak pernah membayar atas kejahatan tersebut, karena diyakini memanfaatkan kedekatannya dengan Perdana Menteri Albania, Sali Berisha.

Langkah pertama Taci di Parma cukup kontroversial dengan mengangkat rekan senegaranya yang masih berusia 29 tahun, Emir Kodra, sebagai presiden, CEO sekaligus manajer umum per Januari lalu. Namun kondisi klub yang semakin sekarat tak sempat membuatnya bermain-main walau hanya sejenak.

Pekan pertama Februari, Taci pun memutuskan untuk menjual Parma dengan harga yang sama saat dirinya mengakuisisi klub. Mapi Gruop yang dikuasai oleh pengusaha Italia, Giampietro Manenti, kemudian jadi pemilik anyar.

“Kami mengambil alih Parma pada momen yang bersejarah. Saya sudah berbicara dengan para pemain beberapa hari yang lalu, mereka keluar dari periode yang penuh gejolak, tapi saya pikir mereka akan tetap setia. Sebagaimana layaknya profesional sejati, mereka tidak bertanya tentang gaji mereka, tetapi hanya berusaha menyelamatkan klub. Kami bermaksud untuk segera menyelesaikan, baik hutang pajak penghasilan dan gaji seluruh pemain dan staf,” tegas Manenti, selepas resmi memiliki Parma.

“Kami akan berpacu dengan waktu, yakni pada batas 16 Februari esok. Di waktu itu kami akan membayar tunggakan pajak dan gaji beberapa pemain. Kemudian pada 20 hingga 22 [Februari] kami akan melunasi semuanya,” pungkas sang pemilik anyar tegas.

Tantangan besar menanti Manenti di sisa musim ini. Dengan menyisakan 17 giornata, akan semakin sulit baginya jika Parma sampai terdegradasi. Dengan koleksi sembilan poin saat ini, setidaknya Alessandro Lucarelli cs harus meraih 12 kemenangan untuk meraih salvezza. Hal itu jadi keharusan, karena Parma bakal mendapat sokongan dana signifikan berkisar €34 juta, dari penjualan hak siar musim depan.

“Tim ini sama sekali belum menyerah! Saya pikir adalah realistis jika kami bisa memenangi, setidaknya sepuluh laga saja dari 17 giornata yang tersisa untuk meraih salvezza,” tukas Manenti optimistis. Tapi dengan segala gejolak yang ada, mampukah Parma?