indolivescore.com – Ini adalah soal London dan Piala FA. Yang satu adalah kota dengan berbagai cerita soal sepakbola, yang lainnya adalah turnamen tertua yang kaya cerita.
Keberhasilan Arsenal menggeser Tottenham Hotspur dari peringkat kedua Liga Primer Inggris adalah salah satu kisah utama pada akhir pekan yang lalu. Ini memang tidak seperti kesuksesan Leicester City menjuarai Liga Primer, namun bagi pendukung Arsenal maupun Spurs, St. Totteringham’s day ini adalah momen yang sangat penting.
St. Totteringham’s day adalah hari yang sudah terkenal. Hari tersebut adalah saat ketika suporter Arsenal merayakan keberhasilan mereka karena pada saat itu Spurs sudah tidak bisa lagi mengejar mereka di klasemen secara matematis.
Ini memang hanya melibatkan dua kesebelasan, Arsenal dan Spurs. Namun, jika kita melihat secara keseluruhan, sepakbola di Kota London memang sudah selalu menjadi sorotan. Masalahnya yang kemudian muncul adalah, siapa sebenarnya yang paling sukses di kota London? Dan apa efek sepakbola di kota London kepada sepakbola dunia secara keseluruhan?
Sebelum kita mendapatkan jawaban dari dua pertanyaan tersebut, kita bisa sedikit mengetahui terlebih dahulu mengenai sejarah sepakbola di ibukota Inggris tersebut.
Piala FA sebagai Tonggak Sejarah Sepakbola di Kota London
Budaya sepakbola di inggris sudah sangat kuat, terutama karena mereka mengaku sebagai leluhur sepakbola modern. Hal ini juga terjadi di London.
Sepakbola dimainkan hampir di seluruh kota tersebut. Di London, sepakbola tak melulu tentang olahraga, tapi juga ada unsur kekerasan, mabuk-mabukkan, gaya berpakaian, hingga politik di dalamnya. Jadi tak jarang, warga London mengaku kotanya sebagai kiblat sepakbola dunia.
Diawali pada akhir abad ke-19, mulai bermunculan sejumlah kesebelasan amatir di London dan sekitarnya. Namun, belum adanya kompetisi resmi saat itu, membuat kesebelasan amatir tersebut hanya rutin mengadakan pertandingan persahabatan. Belum adanya peraturan baku juga membuat setiap kesebelasan menentukan peraturan yang akan digunakan menjelang pertandingan.
Harrow School yang berada di wilayah Harrow on the Hill, sebelah tenggara London, merupakan pionir sepakbola modern. Sekolah tersebut menetapkan peraturan tentang sepakbola yang harus menggunakan kaki, kecuali penjaga gawang. Peraturan lainnya adalah penjaga gawang menggunakan sarung tangan dan mahkota untuk membedakannya dengan pemain outfield.
Akibat ketidakseragaman peraturan sepakbola di London, beberapa sekolah pun bertemu untuk membahas mengenai peraturan dasar sepakbola. Diadakan di The Freemasons’ Tavern di Great Queen Street, London, pada 26 Oktober 1863, mereka pun menyetujui sebuah peraturan dasar dalam permainan sepakbola dan membentuk lembaga khusus yang bernama The Football Association (FA).
Untuk meramaikan Kota London, FA membuat sebuah kompetisi yang diberi nama Football Association Challange Cup, yang sekarang kita kenal sebagai FA Cup atau Piala FA. Sampai sekarang pun kita mengenal Piala FA sebagai kompetisi sepakbola tertua di dunia.
Pertandingan final pertama Piala FA yang digelar saat itu, pada 16 Maret 1872, mempertemukan dua kesebelasan amatir, yakni Wanderers melawan Royal Engineers. Pertandingan berlangsung di Kennington Oval (sekarang lebih dikenal sebagai “The Oval” yang menjadi stadion kriket) yang dimenangi oleh Wanderers dengan skor 1-0.
Sementara pertandingan final pada akhir pekan ini (Sabtu, 21 Mei 2016, 23:30 WIB), yang mempertemukan Crystal Palace dan Manchester United, adalah final Piala FA ke-135.
Sejarah Beberapa Kesebelasan di Kota London
Pada tahun 1879, berdiri Fulham St. Andrews Church Sunday School FC yang kini lebih dikenal dengan nama Fulham. Kesebelasan ini menjadi kesebelasan profesional yang pertama berdiri di London, diikuti oleh Leyton Orient, Tottenham Hotspur, Queens Park Rangers, Millwall, Barnet, Brentford, Wimbledon, dan Woolwich Arsenal –yang kini berubah nama menjadi Arsenal– pada medio 1880-an.
Sementara itu, Chelsea, Charlton Athletic, Crystal Palace, dan Thames Ironworks –yang berubah menjadi West Ham United–, baru bergabung pada 1900-an.
Bergulirnya The Football League pada Maret 1888, membuat banyak kesebelasan asal London berdiri. Namun pada musim tersebut, kesebelasan asal London gagal membawa gelar juara, karena dimenangi oleh Preston North End asal Lancashire.
Pada musim 1904, Woolwich Arsenal menjadi kesebelasan London pertama yang sempat duduk di puncak klasemen, meski di akhir musim juara direngkuh oleh The Wednesday, asal kota Sheffield (sekarang menjadi Shefield Wednesday). Pada musim 1907, giliran Chelsea yang gagal juara setelah sempat duduk di puncak. Gelar juara akhirnya dimenangkan oleh Newcastle United.
Pada tahun 1915-1919, Football League vakum akibat perang dunia. Banyaknya pemain yang diharuskan berpartisipasi ke dunia militer membuat liga terhenti. Musim 1919-20, liga dimulai lagi dengan menghasilkan West Bromwich Albion sebagai juara. Sedangkan Chelsea mampu finis di peringkat keempat, menjadikan musim tersebut sebagai yang tersukses bagi mereka sejak mereka bergabung di Football League.
Sukses besar ditorehkan Arsenal pada era 1930-an. Mereka sukses menjadi juara sebanyak lima kali dalam sepuluh musim. Pada awal musim 1939/1940, London menempatkan lima wakil di antara 22 kesebelasan Football League. Mereka adalah Arsenal, Chelsea, West Ham, Charlton Athletic, dan Brentford. Namun pada pertengahan musim tersebut, liga terpaksa ditunda lagi akibat perang dunia kedua. Liga dilanjutkan pada musim 1946/1947, namun Brentford terpaksa turun ke divisi dua.
Siapa Rajanya Kota London?
Kota yang memiliki luas 1,570 km2 ini, untuk saat ini, ternyata sudah memiliki total 42 kesebelasan dari Liga Primer Inggris (level pertama) sampai Southern Football League Division One Central (level kedelapan).
Oh, ya, sebanyak itu? Bisakah Anda menyebutkan seperempatnya saja? Silakan jika mau berpikir dan menebak, tetapi jika Anda mau langsung mengetahui jawabannya, lanjutkan saja ke paragraf berikut ini.
Di Liga Primer 2015/16, London memiliki Arsenal, Chelsea, Crystal Palace, Tottenham, dan West Ham United. Kemudian di Divisi Championship 2015/16, ada Brentford, Charlton Athletic, Fulham, dan Queens Park Rangers.
Di League One 2015/16 ada Millwall saja, sementara di League Two 2015/16 ada AFC Wimbledon, Barnet, Dagenham & Redbridge (ini nama satu kesebelasan, bukan dua), dan Leyton Orient. Sisanya kita bisa menyebut dari Welling United sampai Corinthian-Casuals yang menginspirasi Sport Club Corinthians Paulista di Brasil.
Padahal kita belum menyebut kesebelasan yang sudah almarhum seperti Wanderers yang menjadi juara di Piala FA edisi pertama, Clapham Rovers, Wimbledon (tanpa AFC di depan nama mereka), Hayes, Nunhead, Croydon Athletic, dan 13 kesebelasan lainnya yang disebutkan pun kita mungkin tidak akan tahu.
Untuk menilai kesebelasan London yang paling sukses, kita bisa menyebutnya dari berbagai perspektif. Jika kita membicarakan gelar keseluruhan, Arsenal adalah rajanya London dengan koleksi 43 gelarnya di segala ajang resmi FA, UEFA, dan FIFA (Emirates Cup tidak masuk, ya). Kita bisa melihat tabel di bawah ini untuk mengetahuinya secara lengkap.
Rekap gelar juara kesebelasan asal London sejak 1981 sampai 2015 – sumber: Wikipedia
Namun, khusus di era Premier League, sejak 1992, kita bisa mengerucutkan untuk sepakat bahwa kesebelasan besar di London hanya tiga, yaitu Arsenal, Chelsea, dan Tottenham Hotspur.
Ya, saya tahu pelajaran sejarah itu membosankan, tapi kadang-kadang itu baik untuk mengetahui banyak fakta. Jadi, untuk menjawab pertanyaan siapa rajanya London (sekaligus menjawab rivalitas Arsenal dan Spurs), ini lah rekap yang dianggap paling mewakili:
Perbandingan peringkat tiga kesebelasan London di era Liga Primer sampai akhir musim 2015/16: Chelsea (grafik berwarna biru), Arsenal (merah), dan Tottenham Hotspur (hijau).
Terakhir kali Tottenham mengalahkan Arsenal di klasemen akhir liga sudah terjadi lebih dari 7.675 hari yang lalu. Anda bisa mengeceknya secara berkala di situs “Time Since Spurs Finished Above Arsenal in the League”.
Pada saat itu, tahun 1995, Spurs berada di peringkat 7, Arsenal di posisi ke-12, dan Chelsea di posisi ke-11. Waktu itu adalah musim di mana George Graham dipecat sebagai manajer The Gunners. Sejak Graham dipecat, Arsène Wenger kemudian menjabat sebagai manajer Arsenal. Sejak Wenger menjadi manajer, Arsenal belum pernah finis di bawah Spurs, termasuk ajaibnya, musim ini, yang ditentukan pada hari terakhir liga.
Piala FA, bukan London, yang Menjadi Kiblat Sepakbola
Jadi, apa kesimpulan dari grafik di atas? Tidak banyak, tentu saja, kami hanya menempatkan daftar ketiga kesebelasan tersebut untuk menjawab pertanyaan utama tentang siapa rajanya London.
Chelsea, sejak suntikan dana dari Roman Abramovich, adalah kesebelasan London yang sukses. Sejak 2005, mereka sudah menjadi juara Liga Primer sebanyak empat kali, sementara Arsenal belum pernah lagi juara sejak 2004 tetapi akhirnya menjadi runner-up lagi yang terakhir kali mereka cetak pada 2005.
Tottenham? Di era Liga Primer mereka paling sukses finis di posisi ketiga, yaitu musim ini. Sementara Arsenal? Boleh lah kita mempersilakan Arsenal untuk berpesta di St. Totteringham’s day dan berhak menjadi rajanya London musim ini.
Namun sayang sekali, jika dihitung dari kesuksesan yang sudah dihasilkan oleh kesebelasan suatu kota, ternyata kesebelasan asal London kalah dibandingkan kesebelasan asal Kota Manchester dan Liverpool.
London memiliki 42 kesebelasan sampai level kompetisi kedelapan, tiga di antara semuanya tersebut berhasil memenangkan 20 gelar juara Inggris, yaitu Arsenal (13 gelar juara), Chelsea (5), dan Spurs (2).
Manchester yang total memiliki 20 kesebelasan sampai level kompetisi kedelapan, berhasil memenangkan 24 gelar juara Inggris, yaitu Manchester United (20) dan Manchester City (4).
Kemudian Liverpool yang memiliki dua kesebelasan besar, yaitu Liverpool dan Everton, sudah berhasil memenangkan 27 gelar juara Inggris, di mana 18 di antaranya adalah milik Liverpool.
[Baca juga: Dulu Everton Athletic, Kini Liverpool FC]
Mungkin pada akhirnya, ada baiknya kita cukup menyebut London sebagai embrio sepakbola dunia, bukan sebagai kiblat sepakbola dunia. Tapi khusus Piala FA, bolehlah kita menyebut kalau Piala FA sebagai kiblatnya kompetisi sepakbola dunia.
Namun kesimpulan dari kesimpulannya dari tulisan ini bisa jadi: Memenangi piala dari kompetisi tertua, terpenting, dan kiblatnya sepakbola di dunia, belum tentu akan menyelamatkan nasib Louis van Gaal sebagai manajer Manchester United. Nah, lho.