by

Inilah Analisa Cara Menghentikan Pergerakan Bola Lionel Messi

www.indolivescore.com – Inilah Analisa Cara Menghentikan Pergerakan Bola Lionel Messi

Bagaimana cara menghentikan Lionel Messi? Ini adalah pertanyaan setiap pelatih dan bek di seluruh penjuru dunia selama sedekade terakhir, namun sangat sedikit yang bisa menemukan jawabannya.

Sabtu akhir pekan ini, Juventus akan bentrok dengan Barcelona di partai final Liga Champions di Berlin, menyadari mereka harus membungkam superstar Argentina tersebut bila mereka bertekad mewujudkan mimpi treble winners.

Dengan bantuan dari Diego Simeone, Javier Zanetti, Marco van Basten, Rafael Marquez dan Neil Lennon,Goal akan menyuguhkan dari mereka taktik kunci yang bisa diterapkan Massimiliano Allegri dan pasukannya untuk menghentikan Messi.

HARUSKAH JUVENTUS TERAPKAN MAN-MARKING MESSI?

Dari era 60 sampai 90-an, man-marking merupakan taktik populer saat berhadapan dengan pemain berlabel superstar. Sosok seperti Diego Maradona dan Zico banyak melalui kariernya dengan hantaman dari pemain keras Italia seperti Claudio Gentile.

Di masa lalu, banyak pelatih membangun tim mereka dengan satu bintang playmaker, yang sering disebut Si No. 10. Menghentikan pemain seperti ini biasanya Anda akan menutup seluruh celah. Namun sepakbola telah berubah selama sedekade terakhir. Aturan baru, taktik dan teknologi menjadikan man-markingumumnya sekarang menjadi kontra-produktif.

Di masa kini, ada beberapa titik dari sektor penyerangan dalam sebuah formasi. Jika Anda mengorbankan seorang pemain hanya untuk mengikuti Messi di sekeliling lapangan, ini akan menciptakan ruang bagi pemain berkelas lainnya seperti Luis Suarez, Neymar dan Andres Iniesta. Pepe merasakan betul menguntit Messi dengan ketat di beberapa El Clasico dengan hasil yang campur aduk, namun dengan pengecualian pemain Yunani Sokratis pada Piala Dunia 2010, belum ada banyak kisah sukses ketika memainkan man-marking untuk pemain mungil Argentina tersebut.

Hal ini diakui sendiri oleh Allegri, yang telah memastikan timnya akan menerapkan sistem zonal marking.

Tim Atletico Madrid racikan Diego Simeone tidak kebobolan satu pun gol dalam enam pertandingan menghadapi Messi musim lalu. Sang pelatih menganjurkan bahwa Juventus harus melupakan usaha secara komprehensif menghentikan Messi.

“Man-marking dalam sepakbola berasal dari waktu yang telah berlalu,” ujar Simeone kepada Goal. “Mereka [yang menerapkan man-marking] berada di waktu yang berbeda, dan di dalam tim-tim tersebut tidak ada pemain yang mampu membuat dampak yang cukup seperti Messi.”

“Ini tidak masuk akal karena ketika Anda memulai di lini tengah, pemain itu jauh. Ketika ada tendangan bebas dan pagar betis, lagi seorang pemain tidak bisa mendekat. Ini sama saat corner. Jadi ada banyak momen ketika seorang pemain harus menjauh. Lalu apa yang Anda lakukan? Di momen-momen tersebut, Anda tidak bisa memainkan man-mark. Anda juga kehilangan pemain dengannya dan stabilitas dari tim Anda.”

“Ini jelas rumit dan itulah kenapa kami belum melihat man-marking pada pemain mana pun dalam beberapa waktu terakhir. Anda berusaha mengontrol Messi dengan ruang, melihat di mana dia akan masuk dan di mana dia bisa berbahaya.”

“Namun dia bergerak di dalam dan di luar, menyisir sayap di sisi kiri, ini sangat sulit untuk berpikir soal mengendalikan seorang pemain yang tak terkontrol. Ini konyol, tidak ada jalan lagi.”

 

HARUSKAN JUVE BERTAHAN TINGKAT TINGGI ATAU LEBIH KE DALAM?

Juventus tentu telah belajar dari kesalahan Pep Guardiola di babak sebelumnya setelah bos Bayern seperti terkena boomerang dalam kekalahan dengan skor agregat 6-4.

Skuat Allegri telah dibandingkan dengan era treble winners FC Internazionale-nya Jose Mourinho pada 2009/10, yang mengandalkan gaya bermain fisik dan kekuatan defensif mereka. Sang juru taktik Bianconerrijuga bisa belajar banyak dari kemenangan Nerazzurri atas Barca era Pep di semi-final Liga Champions pada edisi itu.

Mourinho mendalangi penampilan luar biasa kokoh Inter untuk mengeliminasi Barcelona yang saat itu disebut-sebut terbaik dunia. Kendati terlihat bak tak terhentikan setelah empat golnya menghadapi Arsenal di perempat-final, Messi hampir mendapati kedua kakinya terkena kontak fisik yang ketat.

Inter membuat jejak nan hebat untuk menghentikan Messi, mereka bertahan secara kolektif dengan mendalam dan dak tak sedikit pun menyuguhkan para penyerang lawan celah untuk bekerja sama. Di kedua perjumpaan, Inter menikmati hanya 18,5 persen penguasaan bola. Javier Zanetti, yang usianya ketika itu mendekati 37, menjadi penjaga yang paling dekat dengan Messi dan menjalani tugasnya dengan sempurna dalam barikade empat bek.

“Di dua pertandingan pada 2010, kami menjalani tugas defensif dengan sangat luar biasa. Kami mencegah dia menyerang dari ruang-ruang yang dia sukai,” ujar Zanetti kepada Goal.

“Saya beruntung menghadapinya. Dia di luar dari biasanya. Dia bisa menciptakan hal-hal fantastis di berbagai kesempatan. Anda harus selalu konsentrasi dan fokus. Bahkan jika Anda berada di kondisi 100 persen sedang baik, tetap saja masih akan rumit menghadapi dia.”

Legenda Belanda Marco van Basten merupakan bagian dari skuat AC Milan yang mengejutkan Dream Team Barcelona ala Johan Cruyff dengan kemenangan 4-0 di final Liga Champions 1994, dan dia sepakat dengan Zanetti jika Juventus harus bertahan lebih ke dalam, mengendalikan penguasaan bola dan teritori pertahanan, dan menutup ruang bagi Messi.

“Juventus harus bertahan lebih ketat, menjaga dengan sangat ketat, dan menutup berbagai celah, dan lebih dari itu semua, mereka harus berkonsentrasi. Jika mereka melakukan itu, Juventus bisa menang. Dengan organisasi pertahanan yang baik, jika mereka melakukan serangan balik dengan baik, Juve bisa mengalahkan Barcelona,” ungkap van Basten kepada Goal.

“Saya berada di Athens pada 1994 ketika semua orang meyakini Barcelona akan menang lagi dari Milan. Mereka memiliki Stoichkov dan Romario, Cruyff sebagai pelatih, semua orang berbicara mereka berada di atas angin, tapi kami sangat terorganisasi. Kami bermain dengan sangat bagus dan kami membantai mereka, 4-0.”

MEMOTONG SUPLAI BOLA KE MESSI

Namun Juvnentus tidak dapat hanya mengandalkan barisan empat bek mereka untuk meredam Messi, harus menjadi sebuah usaha tim secara keseluruhan. Lini belakang dan tengah akan perlu bahu membahu bersama utuk meredam Leo dari lokasi ruang dalam posisi lebih ke dalam. Musim ini pemain 27 tahun itu juga telah berkembang untuk menjadi playmaker terhebat.

Ketika pasukan Milan polesan Allegri secara mengejutkan mengalahkan Barcelona 2-0 di San Siro pada 2013 silam, ada jarak rata-rata hanya 30 meter yang memisahkan pertahanan mereka dari lini serang. Barca semacam tercekik di tengah lapangan dan Messi hanya bisa mendapatkan bola di area-area berbahaya.

Memotong jalur suplai ke Messi akan menjadi krusial. Inter yang kala itu diperkuat Esteban Cambiasso, Thiago Motta dan Christian Chivu menjalankan tugasnya dengan mengagumkan dalam mencegah bola dari kemungkinan mengarah ke Messi pada 2010 silam. Ketika Bayern menggilas Barca dengan agregat 7-0 pada 2013, Javi Martinez dan Bastian Schweinsteiger melindungi pertahanan tim dengan menakjubkan.

“Berusaha dan membuat dia bermain membelakangi gawang. Karena ketika dia memasuki separuh pertahanan dan menemukan titik-titik celah, maka Anda berada dalam masalah,” ujar mantan manajer Celtic Neil Lennon kepada Goal.

The Glaswegians mengalahkan Barcelona 2-1 di kandang pada fase grup edisi 2012/13 meski pun menguasai bola kurang dari Inter-nya Mourinho, yakni 11 persen. Walau begitu, dia mencetak gol hiburan di akhir laga dari situasi rebound. Messi memang bagai sosok dari planet lain dalam banyak pertandingan.

FORMASI APA YANG HARUS DIGUNAKAN JUVENTUS?

Banyak para profesional sepakat jika seorang bek berada di posisi satu lawan satu mengahdapi Messi, maka tim ini berada dalam masalah besar.

“Anda harus bertahan dengannya, namun bertahan pada kedua kaki Anda. Karena dia sungguh bagus dengan kaki yang dimilikinya, jika Anda terjatuh ke lapangan, dia akan menyelesaikannya. Jadi kami sangat disiplin dalam aspek itu,” cerita Lennon, mengenang kemenangannya atas Barca.

Pilar Bayern Munich Jerome Boateng memiliki sedikit keberuntungan dalam menjaga gol kedua Barcelona di semi-final UCL musim ini di Camp Nou, di mana Messi memutar dan berbalik melewati pemain Jerman itu sebelum melakukan chip indah menaklukkan Manuel Neuer.

“Sungguh mustahil menggambarkan seberapa sulit menjaga Messi, karena Boateng menemukannya di semi-final,” ujar mantan bek Barcelona yang sekarang memperkuat Verona Rafa Marquez kepada Goal.

“Ketika Anda akan mundur dan mendapati Messi berlari di depan Anda, mengubah arah setiap saat… Saya bisa beritahu Anda, saya tidak akan tahu bagaimana menghentikan dia. Membuat pelanggaran di luar kotak penalti mungkin.”

Juventus tak boleh membiarkan Messi mengisolasi jajaran empat bek mereka. Chiellini merupakan salah satu pemimpin di lapangan, tapi dia terbilang kurang dalam hal koordinasi, sementara partner-nya di jantung pertahanan, Leonardo Bonucci, lebih bagus dalam hal membaca permainan ketimbang menjadi seorangtackler.

Allegri kemungkinan besar akan memasang formasi 4-3-1-2 pada Sabtu nanti, namun beralih lebih mendekati ke sistem 4-4-2 saat bermain bertahan, dengan Arturo Vidal atau Claudio Marchisio bergerak ke kanan [sebagaimana mereka lakukan untuk menebalkan kekuatan buat meredam Cristiano Ronaldo ketika berhadapan dengan Real Madrid di semi-final] dan Pogba menutup sisi kiri, bisa membantu untuk membatasi Messi dalam hal ini.

Real Madrid dan Atletico menikmati kesuksesannya dengan sistem semacam ini dalam pertandingan mereka menghadapi Messi dan Barcelona di paruh kedua musim 2013 dan sepanjang 2014.

Final Liga Champions Sabtu ini diyakini akan berjalan sempurna. Pemain terbaik dunia menghadapi pertahanan terbaik dunia. Bisa membelenggu Messi, Juventus?