by

Timnas Indonesia Darurat Penjaga Gawang?

Jakarta – Sosok kiper timnas Indonesia Andritany Ardhiyasa jadi sorotan di dua laga Kualifikasi Piala Dunia 2022. Sang kiper banyak melakukan blunder saat Timnas Indonesia kalah dari Malaysia dan Thailand.

Saat Timnas Indonesia bersua Malaysia, kiper asal Persija Jakarta ini melakukan blunder fatal yang berakibat dua gol terakhir Tim Negeri Jiran.

Tim asuhan Simon McMenemy sempat unggul 2-1 di paruh pertama pertandingan, sebelum akhirnya menutup laga dengan kekalahan menyakitkan 2-3.

Kala menghadapi Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (10/9/2019) malam, ia kembali melakukan dua kali blunder yang berujung lesakan gol Supachok Sarachat buat kubu lawan.

Gol pertama Thailand bermula dari kesalahan Andritany melakukan umpan saat transisi bertahan ke menyerang. Selanjutnya, ia kembali melakukan kesalahan dengan melakukan tekel ke Supachok Sarachat di area penalti.

Theerathon Bunmathan sukses menjadi eksekutor penalti buat Tim Gajah Putih. Hasilnya, Thailand menang 3-0 atas Timnas Indonesia.

Usai laga perdana, kritik tajam menghujam Andritany. Ia menyadari kinerjanya yang kurang memuaskan jadi perbincangan hangat, mulai dari pundit, suporter, hingga netizen. Akibatnya akun Instagram pribadi pemain berusia 27 tahun tersebut banjir hujatan.

Mantan kiper timnas Indonesia era 2000-an yang kini jadi pelatih kiper klub PSIS Semarang, I Komang Putra, angkat bicara soal performa Andritany yang mengecewakan bersama Timnas Indonesia.

“Dari kacamata saya sebagai seorang mantan kiper, saya melihat ada sesuatu yang aneh dari Andritany. Ia seringkali salah dalam mengambil keputusan dan juga melakukan kesalahan elementer dari sisi teknik,” ujar Komang saat dijumpai Bola.com baru-baru ini di Bekasi.

Maksud Komang kesalahan elementer adalah aksi Andritany belakangan kerap memotong bola dengan kaki saat merebut atau menghalau bola dari pemain lawan.

Fakta membuktikan Andritany memegang peranan penting atas terjadinya gol kedua Thailand lewat penalti Theerathon Bunmathan pada menit ke-65. Sebelum wasit menunjuk titik putih, kiper Persija Jakarta itu melanggar Supachok Sarachat.

Maksud hati merebut bola tanggung dari Supachok menggunakan kakinya, tekel tersebut malah mengenai kaki Supachok. Lantaran tekel itu, Supachok kehilangan keseimbangan dan bola keluar lapangan.

Wasit Ma Ning asal China cukup jeli melihat tekel Andritany sebagai sebuah pelanggaran. “Semestinya ia tidak perlu menghalau dengan kaki, dan saya yakin ia tahu hal tersebut. Tapi yang terjadi sebaliknya. Terlihat kalau Andritany bermain dalam kondisi trauma. Maksud saya trauma cedera,” ujar mantan kiper yang kerap dijuluki dengan nama insial IKP.

Sebelumnya aksi potong kaki Andritany yang berujung fatal bukan kali ini saja terjadi. Ketika Timnas Indonesia kalah 2-3 dari Malaysia pada partai pertama Grup G (5/9/2019), mantan kiper Sriwijaya FC itu melakukan aksi yang serupa.

Ketika itu, pertandingan memasuki menit ke-96 saat kedua negara masih bermain 2-2. Andritany mencoba memotong bola umpan mendatar Matthew Davies dari sisi kanan dengan kakinya.

Saat berusaha untuk menghalau bola, Andritany terlihat ragu karena ada dua pemain di depannya. Ia membiarkan bola lewat begitu saja yang kemudian disambar Mohamadou Sumareh untuk mencetak gol kemenangan Malaysia.

“Semestinya dia berani maju untuk menutup ruang. Namun, terlihat Andritany tidak berani melakukan hal itu,” ujar Komang.

Menurut perkiraan I Komang Putra, menurunnya performa Andritany dipicu rasa khawatir berlebihan. Ia takut kontak fisik akan membuatnya cedera. Sang pemain pernah dua kali cedera pada dua tahun terakhir.

“Dia jadi lebih lebih berhitung dalam bertindak. Hal itu berefek langsung pada performanya,” kata Komang.

Andritany mengalami cedera retak penyangga mata ketika membela Timnas Indonesia U-23 melawan Uzbekistan pada turnamen PSSI Anniversary Cup 2018, medio Mei 2018. Permasalahan itu membuatnya harus menepi selama dua bulan.

Setahun kemudian, Andritany kembali berkutat dengan cedera. Kali ini, tangan kirinya patah saat memperkuat Persija melawan Borneo FC pada leg pertama babak semifinal Piala Indonesia, 26 Juni lalu. Ia harus masuk meja operasi untuk penyembuhan dan baru bisa beraksi pada Agustus 2019.

Dua cedera itu menghajar dua elemen penting bagi seorang kiper, yaitu kepala dan kaki. Akibat dua cedera itu pula, ia sekarang jadi lebih aktif menggunakan kaki ketimbang tangan, yang sebetulnya merupakan kelebihan dari penjaga gawang.

Blunder Wawan

Pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy, bereaksi dengan mencadangkan Andritany pada laga lanjutan melawan Uni Emirat Arab Kamis (10/10/2019) malam WIB. Ia memasang kiper asal Bali United, Wawan Hendrawan. Pertandingan melawan UEA merupakan debut Wawan bersama Timnas Indonesia. Sayang, laga debutnya membela Tim Merah-Putih tak berujung manis.

Kiper berusia 36 tahun itu justru melakukan blunder saat gol pertama tercipta. Bola yang coba ditangkap Wawan justru terlepas dan langsung disambar pemain UEA, Khalil Ibrahim. Setelah jeda babak pertama kiper Bali United itu juga harus kebobolan empat kali.

Wawan sejatinya bukan kiper dengan kualitas jelek, performanya tengah menanjak musim ini bersama Bali United.

Prestasi Bali United di Shopee Liga 1 2019 sejauh ini juga tidak lepas dari andil Wawan. Kiper kelahiran Brebes, Jawa Tengah, ini mampu mengantar timnya kukuh di puncak klasemen sementara dengan selisih 10 angka dari pesaing terdekat, Tira Persikabo.

Hingga pekan ke-22, Wawan masih menjadi kiper dengan jumlah kebobolan paling sedikit. Dari 20 pertandingan, baru 13 kali ia memungut bola dari jaring gawangnya. Hanya saja, hal itu juga tak terlepas dari kinerja pemain belakang yang melindungi Wawan di area kotak penalti.

Namun, Wawan memikul beban besar. Melakoni debut melawan timnas berkualitas seperti UEA bakal menjadi mimpi buruk baginya. Di sisi lain, pencinta Timnas Indonesia akan memuji apabila ia dapat memperlihatkan permainan yang menawan.

Kini Muhammad Ridho menjadi satu-satunya kiper tersisa Timnas Indonesia yang kemampuannya belum dicoba Simon McMemeny di fase Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Sama seperti halnya Wawan, performa Ridho tengah apik di pentas kompetisi domestik. Pemain yang meretas karier di Borneo FC dan kini bersinar di Madura United itu sudah jadi kiper pilihan kedua di era Timnas Indonesia Luis Milla.

Namun, ia lebih sering duduk di bangku cadangan, karena Luis Milla lebih percaya pada Andritany, yang dinilai punya jam terbang internasional lebih banyak.

Kurnia Meiga Selalu Jadi Pilihan Utama

Sejatinya, sebelum era Luis Milla, Andritany bukan kiper pilihan utama. Pelatih Tim Garuda, Alfred Riedl, lebih sering memasang Kurnia Meiga sebagai penjaga gawang utama.

Andritany dan Meiga adalah pemain seangkatan. Meiga namanya lebih dulu meroket bersama Arema FC pada musim 2008, usai membela Timnas Indonesia U-21 besutan Bambang Nurdiansyah. Di era itu Timnas U-22 juga melahirkan pemain belia berbakat layaknya, Egy Melgiansyah, Ramdani Lestaluhu, Lucky Wahyu, serta Syamsir Alam.

Di usia sangat muda, ia jadi kiper ketiga Timnas Indonesia di Piala AFF 2010. Sejak SEA Games 2011, Andritany dan Meiga jadi pelanggan tetap skuat Timnas Indonesia U-23.

Mereka bermain di SEA Games 2011 dan 2013, plus Asian Games 2014 di era kepelatihan Rahmad Darmawan dan Aji Santoso.

Kedua pelatih tersebut cenderung memilih Kurnia Meiga sebagai pilihan utama, walau Rahmad pernah berujar kualitas keduanya bisa dibilang setara. “Andritany kiper yang sama bagus dengan Meiga. Saya juga sering memainkannya sebagai bagian dari rotasi. Tapi memang Meiga punya sedikit keunggulan.”

Selain postur yang lebih tinggi, Meiga (187 cm) sementara Andritany (178 cm), penjaga gawang andalan Tim Singo Edan kelahiran 7 Mei 1990 itu dinilai lebih tenang kala memberi komando lini belakang. Ia juga dinilai lebih komunikatif.

Bicara soal postur, dengan tinggi yang ideal Kurnia Meiga amat tangguh menghalau bola-bola atas.

Timnas Indonesia sangat terbantu saat menghadapi lawan-lawan dengan postur tinggi yang mengandalkan crossing dua sisi sayap. Di sisi lain Meiga dikenal juga sebagai jagoan adu penalti. Namun Meiga juga dinilai punya kelemahan dari sisi mengontrol emosi dibanding koleganya sesama jebolan Diklat Ragunan itu.

Sederet keunggulan Meiga itu membuat Andritany hampir selalu jadi pilihan kedua.

Pelatih Arema FC, Milomir Seslija, secara blak-blakan mengaku rindu sosok Meiga di klubnya. “Saya harap Meiga cepat sembuh dan kembali bermain lagi. Tentu saya senang jika dia ada di tim ini. Jika dia benar-benar kembali, itu bagus untuk Indonesia juga. Karena dia masih jadi kiper terbaik di negara ini,” jelas Milomir.

Semenjak Kurnia Meiga mengalami cedera misterius, Tim Singo Edan memang kesulitan menemukan penjaga gawang dengan kualitas sepadan.

Kurnia Meiga sudah hampir dua tahun tak lagi turun bermain. Ia harus menepi dari lapangan karena mengalami gangguan penglihatan. Saat Arema bertandang ke markas Barito Putera di pentas Liga 1 2017, ia ditarik keluar pada paruh kedua pertandingan. Semenjak itu ia tak pernah bermain.

Setelah Meiga menepi, Andritany Ardhiyasa naik kelas jadi penjaga gawang utama Tim Merah-Putih. Terlepas dari performanya yang mengecewakan di Kualifikasi Piala Asia 2022, kinerja pemain kelahiran Jakarta, 27 Desember 1991 itu sebetulnya relatif bagus.

Ia jadi salah satu pemain senior yang dipilih Luis Milla saat Timnas Indonesia U-23 berlaga di Asian Games 2018 lalu. Pada periode itu Andritany sedang on-fire.

Duet Batman dan Robin

Andritany juga menjadi salah satu aktor kunci saat klubnya Persija Jakarta memenangi gelar Liga 1 dan Piala Presiden edisi 2018.

Hanya belakangan kinerjanya merosot besar kemungkinan karena trauma cedera. Kondisi seperti itu merupakan suatu hal yang wajar.

Karier pesepak bola mengalami periode pasang surut. Hanya persoalannya, saat sang kiper utama Timnas Indonesia itu tengah terpuruk, tak ada sosok pelapis yang kualitasnya sama bagus.

Wawan Hendrawan dan Muhammad Ridho dinilai masih butuh waktu mematangkan diri. Sementara itu kiper-kiper lain seperti Teja Paku Alam dan Awan Setho kinerjanya belum stabil. Kiper senior, Dian Agus dan I Made Wirawan, performanya juga tengah menurun karena dimakan usia.

Publik sepak bola Tanah Air amat merindukan duet Meiga dan Andritany. Keduanya bak Batman dan Robin, yang selalu melengkapi saat dibutuhkan.

Dengan kualitas teknik yang bisa dibilang setara, siapa pun pelatih Timnas Indonesia tidak akan terlalu dilanda kepusingan jika salah satu di antara mereka harus absen karena cedera atau kinerjanya sedang menurun.

Apa yang terjadi di Timnas Indonesia saat ini menjadi sebuah ironi. Sejarah mencatat Indonesia sering melahirkan kiper-kiper hebat. Maulwi Saelan, Yudo Hadianto, Rony Paslah, Ponirin Meka, Hermansyah, Edy Harto, Hendro Kartiko, I Komang Putra, Markus Horison, dan banyak lagi lainnya adalah deretan penjaga gawang hebat yang jadi sosok idola karena penampilannya yang memesona bersama Tim Merah-Putih.

Disadur dari: Bola.com (penulis Ario Y, editor Erwin F, published 12/10/2019)