by

PSSI Seleksi 100 Wasit Untuk Kompetisi Liga 1

Guna meningkatkan kualitas perwasitan jelang kompetisi sepak bola kasta tertinggi di tanah air, Liga 1 musim 2017, ada berbagai terobosan dilakukan. Mulai dari melakukan AFC MA Refereeing Administration Project, Referee Refreshing Course, hingga seleksi ketat untuk pemilihan wasit dan asisten wasit yang akan bertugas di Liga 1.

Ketua Departemen Wasit PSSI, Ngadiman Asri ketika dihubungi “PR”, Minggu 9 April 2017 mengatakan bahwa berbagai terobosan itu dilakukan demi untuk perbaikan perwasitan Indonesia ke depannya. Pasalnya, dia menilai bila saat ini baik secara kualitas maupun teknologi perwasitan, Indonesia sudah cukup tertinggal dengan negara Asia Tenggara lainnya.

“Ini demi memenuhi harapan masyarakat Indonesia demi sepak bola yang lebih baik. Usaha kami untuk memperbaiki diri dengan mengadakan refreshing course dari AFC misalnya dan MA referee administration. Itu niat kami sebagai bentuk perbaikan ke depan, setelah dua tahun lebih tidak aktif di nasional karena adanya sanksi FIFA kemarin,” katanya.

Penyegaran itu perlu dilakukan mengingat ada beberapa aturan baru yang kini diterapkan FIFA. Seperti, masalah kecederaan pemain, perawatan pemain, masalah penalti, kartu kuning atau kartu merah. “Aturan baru yang harus disosialisasikan lagi. Misalnya, kalau dulu ada pelanggaran dalam kotak penalti langsung kartu merah, diusir, dan penalti. Kini ‘triple punishment’ itu sudah tidak ada lagi. Sekarang tidak langsung kartu merah, tapi kartu kuning dulu. Tapi jika kejadian yang sama terjadi di luar kotak penalti, kartu Merah tetap bisa diberlakukan. Jadi sekarang bila kena kartu merah, tendangan bebas langsung,” ungkap Ngadiman.

Secara teknologi perwasitan pun, menurut dia, harapannya Indonesia bisa mengembangkan teknologi ala wasit di Liga Eropa, seperti penggunaan vidio assistant referee yang membantu wasit mengeliminasi kesalahan mengambil keputusan di lapangan. Malaysia kini sudah menerapkannya.

Namun, kata dia, kini kembali lagi kepada anggaran. Apakah kebutuhan itu semua bisa terpenuhi dengan anggaran yang ada saat ini. Meski begitu, dia mengaku arahnya tetap akan menuju ke sana, lebih modern lagi. “Semua tergantung budget. Tapi pasti semua pasti arahnya kesana lah, lebih modern. Kami akan mengusahakannya,” tukasnya.

Terkait dengan seleksi ketat untuk pemilihan wasit, menurut dia, itu meminimalisasi performa buruk wasit seperti yang lalu-lalu. Senin 10 April 2017 ini, pihaknya akan melakukan tes terhadap 45 wasit dan 55 asisten wasit yang memiliki lisensi FIFA dan Nasional senior, guna dipersiapkan ke Liga 1.

Total 100 wasit tersebut akan menjalani tes psikologis dan fisik, setelah selama tiga hari, 6-9 April 2017, melakukan penyegaran. Dalam tes fisik, para wasit ini akan menjalani tes lari 6×40 meter, di mana dalam setiap satu kali lari mereka harus bisa masuk dalam waktu 6,2 detik. Tes ini akan dilakukan di Universitas Jakarta (UNJ).

“Setelah itu mereka diharuskan berlari 75 meter dalam waktu 15 detik. Diselingi dengan jalan 25 meter dalam 22 detik. Jumlah tersebut, total setara dengan lari 10 lap nanti kalau 1 lapangan. Ini aturan baru. Bila dulu pake metode ketahanan, sekarang kita berburu dengan waktu. Kalau dalam 5 meter mereka di luar waktu yang ditetapkan, maka bisa langsung eliminasi,” tukasnya.

Setelah menjalani tes fisik, para wasit ini akan langsung di tes psikotest. Tes ini dilakukan oleh psikolog dari UI. Tes ini dilakukan di tengah hari, ujar Ngadiman, dengan tujuan untuk melihat bagaimana wasit membuat keputusan dalam kondisi capek.

“Kami ingin tahu sejauh mana mental para wasit yang disiapkan ini. Apakah dengan kondisi tertekan mereka bisa membuat keputusan yang benar. Ini nanti jadi penilaian dari psikolog,” imbuhnya.

Tidak ada jumlah kuota jelas untuk penempatan wasit di Liga 1. Mengingat seleksi ini ketat, berapapun yang lolos akan dipersiapkan untuk Liga 1. Bila nanti kurang, maka pihaknya mengaku akan mengambil dari yang betul-betul potensial dari wasit Liga 2.

Secara aturan memang diakuinya, untuk peningkatan kualitas wasit harus ada peraturan promosi-degradasi. Tapi menurutnya hal itu belum ditetapkan secara tertulis.

“Cuma aturan itu sempat terpikir juga. Kalau enggak ada promdeg nanti takutnya wasit liga 1, merasa bener terus. Tapi tentu kita lihat kesalahannya apa. Apakah itu kekeliruan manusiawi atau ada kesengajaan,” ucapnya.

Demi menjaga netralitas wasit, menurutnya, saat ini banyak “mata-mata” dalam organisasi di PSSI. Karena kini PSSI memiliki komite sport intelegent dan komite etik, yang bekerja untuk mengawasi kinerja wasit. Hingga dia menilai kedepannya tentu tidak ada wasit yang berani main mata lagi dengan klub. Mengingat yang dipertaruhkan adalah pekerjaan dan penghasilan mereka.