by

Lima Klub Bola Liga Super Tiongkok Chinese Super League

indolivescore.com – Tiongkok dengan kompetisi utama mereka, Chinese Super League (CSL) belakangan menghiasi sejumlah laman pemberitaan sepakbola belakangan ini. Memang bukan terkait dengan prestasi, melainkan langkah fenomenal klub-klub mereka yang mendatangkan deretan pemain asing berkualitas.

Ini tentu kontras dengan apa yang terjadi di negeri tirai bambu tersebut di masa lampau, ketika sepakbola pada dasarnya menjadi hal yang dilarang di Tiongkok. Kala pemerintahan berbasis komunis masih kental, semua unsur olahraga yang melibatkan lebih dari sepuluh orang merupakan sebuah hal yang tabu. Namun lain dahulu, lain sekarang.

Jika Amerika Serikat dengan Major League Soccer-nya (MLS) berusaha untuk meningkatkan animo penonton dengan menggaet sejumlah bintang gaek seperti David Beckham, Frank Lampard, Ashley Cole hingga David Villa, lain halnya dengan CSL yang kini berambisi menjadi yang terdepan di Asia dengan mendatangkan bintang-bintang asal Eropa maupun Amerika Latin dan mereka berhasil!

Hingga sejauh ini, klub-klub Tiongkok seakan memiliki dana tak terbatas untuk memenuhi setiap hasrat mereka, sekitar £200 juta mereka habiskan untuk menggaet beberapa nama besar di antaranya Ramires yang hengkang dari Chelsea dan bergabung dengan Jiangsu Suning dengan banderol £25 juta, klub yang sama memenangkan persaingan dengan Liverpool dalam perburuan bintang Shakhtar Donetsk, Alex Teixeira senilai £38 juta. Juara bertahan Guangzhou Evergrande juga memecahkan rekor klub ketika menebus Jackson Martinez sebesar £32 juta dari Atletico Madrid.

Selain dukungan finansial dari perusahaan-perusahaan besar yang menaungi sejumlah klub, dukungah megah secara politik dari pemerintah terutama presiden Tiongkok, Xi Jinping yang memang terkenal ‘gila’ akan sepakbola menjadi selaras dengan revolusi besar-besaran yang terjadi belakangan ini. Tentu saja, tampil secara konsisten di Piala Dunia menjadi target jangka panjang di balik investasi luar biasa Tiongkok.

Lantas seberapa besar kekuatan finansial yang melatar belakangi klub-klub Tiongkok, Goal Indonesia setidaknya merangkum lima nama klub yang telah menjadi maupun akan menjadi poros kekuatan baru di kancah CSL:

Guangzhou Evergrande Taobao

 

Boleh dikatakan klub inilah yang menginspirasi tim-tim lainnya untuk saling berlomba dalam menunjukkan kekuatan finansial. Berdiri sejak 61 tahun silam, Guangzhou baru memasuki peiode profesional pada 1993 lalu dan sempat dalam masa keterpurukan tahun 2009 kemarin ketika didakwa terlibat dalam skandal pengaturan skor yang membuat mereka harus didegradasi ke kasta kedua.

Namun peruntungan mereka berubah setahun berselang usai perusahaan properti Evergrande Real Estate Group mengambil alih kepemilikan klub, hanya semusim di kasta kedua mereka sukses kembali ke CSL dan langsung mendominasi pentas domestik hingga saat ini dan juga menjadi kekuatan baru di Liga Champions Asia (LCA). Revolusi mereka mulai dengan merekrut deretan pemain maupun pelatih asing berkelas, mulai dari Dario Conca hingga Marcello Lippi, serta bintang-bintang lokal seperti Gao Lin dan Zheng Zhi.

Sejauh ini, total lima gelar CSL secara beruntun mampu mereka raih sejak 2011, yang diikuti dengan torehan dua trofi LCA dan menjadi klub Tiongkok pertama yang ambil bagian di Piala Dunia Antarklub. Kini, dukungan dana semakin melimpah dengan adanya investor tambahan yakni bos besar perusahaan situs jual beli online Alibaba Group, Jack Ma, yang mengakusisi 40 persen saham klub. Paulinho didatangkan dari Tottenham Hotspur tahun kemarin dan sekarang ada Jackson Martinez dari Atletico Madrid yang digaet demi menjaga eksistensi klub.

Shanghai Greenland Shenhua

 

Shanghai Shenhua merupakan salah satu klub dengan tradisi besar di kancah sepakbola Tiongkok. Klub yang berbasis di kota Shanghai tersebut sudah eksis sejak 64 tahun yang lalu dengan nama Shanghai FC namun baru memasuki era profesional pada 1993. Tercatat sepuluh gelar berhasil dibukukan klub sejak era semi-profesional, termasuk dua gelar CSL yang salah satunya harus dicabut saat kampanye musim 2003 mereka terbukti terlibat dalam skandal pengaturan skor.

Era baru dimulai pada 2007 ketika pemilik klub rival sekota Shanghai United, Zhu Jun dengan latar belakang sebagai pengusaha gim internet The9 Limited, memutuskan untuk mengakusisi klub dan melakukan merger hingga terbentuk Shanghai Shenhua. Usai menjalani musim yang buruk pada 2011, Zhu Jun melakukan gebrakan besar dengan mendatangkan Nicolas Anelka dan legenda Chelsea, Didier Drogba. Usaha itu cukup membangkitkan gairah klub yang kemudian menarik perusahaan properti Greenland Holding Group Company Limited untuk mengakusisi klub.

Nama klub pun berubah sejak dua tahun lalu menjadi Shanghai Greenland Shenhua dan usai proses akusisi, dana yang mengalir semakin deras. Dengan ambisi mengejar pencapaian Guangzhou Evergrande, sejumlah pemain top mulai didatangkan mulai dari ikon Australia, Tim Cahill, eks bomber Chelsea, Demba Ba hingga yang terkini merekrut gelandang andalan Internazionale asal Kolombia, Fredy Guarin.

Beijing Guoan

 

Bersama dengan Guangzhou Evergrande dan Shanghai Shenhua, Beijing Guoan merupakan salah satu dari deretan klub yang telah berdiri sejak era semi-profesional dan meningkatkan status tim menjadi profesional pada 1992 lalu, tepat dua musim sebelum gelaran CSL perdana. Pada mulanya klub ini dijalankan oleh perusahaan investasi milik negara yakni CITIC Group Corporation yang bekerja sama dengan Beijing Municipal Sports Committee.

Pengaruh asing mulai kental terasa di Beijing ketika memasuki periode 2003 dengan klub sepakat menandatangani kerja sama selama tiga tahun dengan perusahaan otomotif asal Korea Selatan, Hyundai. Setelah itu, bisa dikatakan klub asal ibukota Tiongkok tersebut merupakan klub yang memiliki finansial yang stabil hingga saat ini. Total12 gelar domestik berhasil mereka raih sejak era semi-profesional termasuk satu trofi CSL yang dicapai pada musim 2009 lalu.

Kini, sama seperti kebanyakan klub CSL lainnya yang ingin menggusur dominasi Guangzhou, Beijing memiliki target tinggi dan ditandai dengan upaya penguatan tim sejauh ini yang sudah menggaet pelatih berpengalaman asal Italia, Alberto Zaccheroni. Tak hanya itu, dua pemain asing anyar didatangkan yakni bomber subur asal Turki, Burak Yilmaz dan eks Bayer Leverkusen, Renato Augusto melengkapi keberadaan Kleber Laube Pinheiro yang pernah merumput bersama Porto yang sudah hadir sejak tahun lalu.

Shanghai SIPG

 

Didirikan pada 25 December 2005 dengan nama asli Shanghai Dongya oleh eks pelatih tim nasional Xu Genbao, awalnya klub ini bukanlah merupakan salah satu tolok ukur kekuatan sepakbola Tiongkok pada waktu itu. Dengan mayoritas pemain muda, mereka baru terjun ke piramida kompetisi domestik setahun setelah berdiri dengan mengikuti China League Two atau setara dengan kasta ketiga. Hanya butuh semusim berkiprah mereka menjuarai kompetisi dan promosi ke jenjang yang lebih tinggi, China League One.

Keraguan maupun tekanan mulai berat dihadapi klub seiring dengan eksistensi mereka di kancah yang lebih tinggi, dengan mengandalkan ideologi untuk tetap menggunakan barisan pemain muda. Perubahan baru terjadi pada 2010 lalu ketika eks pemain timnas Fan Zhiyi ditunjuk masuk ke dalam bagian manajemen tim dan pintu pemain asing pun mulai dibuka yang berlanjut dua tahun berselang dengan masuknya investor Zobon Group yang mengubah nama klub menjadi Shanghai Tellace dan sukses promosi ke CSL.

Akhir tahun 2012, eksistensi klub semakin menguat yang ditandai dengan pembelian sebagian saham klub oleh Shanghai International Port Group dan pada 2014 lalu perusahaan bongkar muat pelabuhan tersebut mengakusisi klub sepenuhnya dan mengubah nama menjadi Shanghai SIPG. Gebrakan langsung dilakukan dengan merekrut pelatih sekaliber Sven-Goran Eriksson dan sejak tahun kemarin klub menjelma menjadi kekuatan baru Tiongkok dengan deretan penggawa asing berkualitas seperti Asamoah Gyan, Dario Conca dan rekrutan anyar Elkeson yang digaet dari rival Guangzhou.

Jiangsu Suning

 

Meski berstatus sebagai salah satu klub tradisional Tiongkok, prestasi Jiangsu pada awal mulanya tergolong biasa-biasa saja dan cenderung tak istimewa. Sejak berdiri pada 1958 lalu dan berkiprah di level semi-profesional praktis klub tak memiliki catatan prestasi yang mengesankan. Maret 1994, klub mendapatkan sponsor utama dan mengubah nama menjadi Jiangsu Maint demi memenuhi persyaratan ikut serta di kasta tertinggi, namun kendati sudah berjalan secara profesional kinerja manajemen klub tergolong kurang baik.

Tak ayal, hal tersebut mempengaruhi performa klub di atas lapangan, terhitung sejak memasuki era profesional klub hanya kerap naik turun dari kasta kedua ke divisi CSL sebelum akhirnya pada 2000 lalu perusahaan manufaktur Jiangsu Sainty International Group mengambil alih klub dan mengubah nama menjadi Jiangsu Sainty sukses menghadirkan perubahan signifikan dan bertahan di kasta tertinggi sejak promosi pada 2008.

Tahun lalu menjadi puncak prestasi klub yang ditandai dengan keberhasilan meraih gelar Piala FA Tiongkok di bawah arahan pelatih asal Rumania, Dan Petrescu. Di tahun yang sama, tepatnya 21 Desember, Suning Commerce Group mengakusisi klub, selain mengubah nama menjadi Jiangsu Suning, perusahaan retail tersebut juga menggelontorkan dana melimpah demi memenuhi ambisi menjadi penguasa baru sepakbola Tiongkok. Gebrakan luar biasa mereka lakukan di bursa transfer dengan memecahkan rekor ketika menggaet Ramires dari Chelsea (£25 juta) serta Alex Teixeira dari Shakhtar Donetsk (£38 juta).

Potensi Kekuatan Baru Lainnya

 

Selain kelima klub di atas, CSL musim ini bakal menyuguhkan sejumlah klub yang memiliki potensi kuat untuk bisa menggusur eksistensi klub-klub yang sudah tergolong mapan. Sebut saja misalnya Hebei CFFC, meski berstatus sebagai tim promosi namun klub ini memiliki dukungan dana melimpah sejak diakusisi perusahaan properti China Fortune Land Development sejak awal tahun ini yang langsung melakukan sensasi dengan mendatangkan Gervinho dari AS Roma, serta duo Sevilla, Stephane Mbia dan Gael Kakuta.

Selain itu, jangan lupakan deretan kekuatan lama yang juga terus berbenah dari segi finansial demi mengejar ketertinggalan satu sama lain, seperti Shandong Luneng yang konsisten menjadi wakil Tiongkok di pentas LCA, kini memiliki andalan bernama Diego Tardelli yang merupakan striker timnas Brasil. Juga ada Henan Jianye, meski memiliki materi skuat yang tak tergolong mewah, kepiawaian pelatih lokal Jia Xiuquan di tengah kepungan pelatih-pelatih asing tetap mampu membawa timnya finis di urutan kelima musim lalu dengan mengandalkan ketajaman bomber asal Filipina, Javier Patino.